Selasa, 19 Mei 2015

Islamic Group Lending Model (GLM) dan Keuangan Inklusif: Studi Dampak dan Strategi Pengembangan (2)

HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Model
Berdasarkan hasil analisis statistik data SEM serta hasil temuan di lapangan, terungkap bahwa karakteristik budaya masyarakat tertentu dapat mempengaruhi perilaku masyarakat dalam menentukan efektif tidaknya sebuah program GLM bagi masyarakat. Sebaliknya faktor organisasi atau pemerintahan belum sepenuhnya efektif dalam mendukung terlaksananya program GLM yang baik bagi masyarakat.
Setelah melalui serangkaian uji pada SEM serta melalui tahap ‘sortir’ atas indikator yang memiliki nilai loading faktor ≤ 3,00 (Wijanto, 2008), maka model akhir yang dibangun dalam penelitian ini memiliki tiga variabel laten, yaitu variabel laten X (karakteristik budaya) yang memiliki 3 indikator teramati, variabel laten Y (organisasi/peran pemerintah) dengan 4 indikator teramati, dan variabel laten Z (efektifitas program GLM) dengan 5 indikator teramati (untuk lebih lengkapnya penjelasan variabel dan indikator teramati yang digunakan dalam SEM dapat dilihat pada subbab metodologi). Pada tahap awal analisis model, data yang diperoleh diuji terlebih dahulu validitas dan reliabilitas. Validitas model pengukuran dilakukan dengan melihat nilai-t muatan faktor. Suatu variabel dikatakan memiliki validitas yang baik jika memiliki nilai-t muatan faktor lebih besar dari nilai kritis 1,96 (Ridgon dan Ferguson dalam Wijanto, 2008). Hasil estimasi nilai t-muatan faktor model pertama dapat dilihat pada gambar 2 berikut ini:
Gambar 2:
t-value

Gambar 2 diatas menampilkan diagram lintasan model GLM lengkap dengan angka-angka yang menunjukkan nilai-t dari setiap angka hasil estimasi yang terkait. Nilai-t yang lebih besar dari 1.96 menunjukkan signifikansi pada taraf 5%. Perolehan nilai-t ini menunjukkan bahwa seluruh indikator memiliki validitas yang baik dalam menjelaskan variabel latennya. Hal ini karena seluruh indikator memiliki nilai-t lebih besar dari nilai kritis 1.96,
Sedangkan pengukuran reliabilitas model dapat diukur dengan rumus construct reliability (CR) dan variance extracted (VE) berdasarkan hasil muatan faktor standar dan error diagram lintasan yang dapat dilihat pada gambar dibawah 3 ini:
Gambar 3:
Standardized Solution

Berdasarkan hasil muatan faktor standard dan error pada gambar 3, dapat dihitung perolehan nilai CR dan VE yang menggambarkan nilai reliabilitas data konstruk. Reliabilitas tinggi menunjukkan bahwa indikator-indikator mempunyai konsistensi yang tinggi dalam mengukur konstruk latennya (Wijanto, 2008) maka hasil rangkuman perhitungan validitas dan CR VE model kinerja GLM dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini:

Tabel 2:
Daftar validitas dan reliabilitas Model GLM

KESIMPULAN
Reliabilitas
Variabel
CR  ≥ 0.7
VE  ≥ 0.50
X
1.25 ≥ 0.7
1.77 ≥ 0.50
Y
0.93 ≥ 0.7
0.79 ≥ 0.50
Z
0.70 ≥ 0.7
0.50 ≥ 0.50

Reliabilitas model yang baik adalah jika construct reliability (CR) ≥ 0,70 dan variance extract (VE) ≥ 0.50. Semua nilai koefisien CR dan VE untuk variabel laten X (karakteristik budaya), Y (organisasi/peran pemerintah), dan Z (efektifitas program GLM) sudah memenuhi syarat yang ditentukan, sehingga dapat disimpulkan bahwa indikator-indikator pada variabel laten reliable dengan kemampuan ekstrak mewakili konstruk diatas nilai yang disyaratkan.
Setelah menentukan nilai validitas dan reliabilitas, tahap selanjutnya adalah menganalisa kriteria-kriteria kecocokan model (goodness of fit). Dalam mengidentifikasi suatu model sehingga dapat dikatakan baik dan benar, maka dilakukan beberapa analisis terhadap nilai-nilai yang terdapat pada model. Suatu model dapat dikatakan baik dan sah, jika memenuhi ukuran kecocokan absolute dan incremental yang diringkas pada tabel berikut:

Tabel 3:
Parameter dan Hasil Uji Kecocokan Keseluruhan Model GLM
Ukuran GoF
Tingkat-tingkat kecocokan
Hasil estimasi
Tingkat Kecocokan
Chi-Square P
Nilai yang kecil P≥0.05
0.00000
Marginal fit
Normed chi-square
Batas bawah (0.1 )-batas atas (0.5)
2.041
Good fit
SNCP
Semakin kecil semakin baik
1.74
-
NFI
NFI ≥ 0.90
0.94
Good fit
NNFI
NNFI ≥ 0.90
0.81
Mariginal fit
CFI
CFI ≥ 0.90
0.94
Good fit
IFI
IFI ≥ 0.90
0.94
Good fit
GFI
GFI ≥ 0.90
0.87
Marginal fit

Model yang dibangun dalam analisis ini memiliki nilai chi-square sebesar 132.60 dengan df (degree of freedom) sebesar 20 dan nilai p-value sebesar 0.0000 yang lebih kecil dari 0.05. Nilai normed chi-square berada diantara nilai batas bawah dan atas yakni 2.041 dan model dikatakan good fit. Perolehan nilai SNCP adalah 1.74 untuk dapat dibandingkan dengan model respesifikasi selanjutnya. Nilai lain yang dihasilkan dalam goodness of fit criteria adalah nilai NFI, CFI, dan IFI menunjukkan hasil diatas nilai yang dikehendaki yaitu ≥ 0.9 sehingga dapat dikatakan good fit, oleh karenanya model yang dibangun dalam penelitian ini dianggap baik (Browne dan Cudeck dalam Wijanto, 2008).

Analisis Hipotesa
Secara keseluruhan model SEM berdasarkan gambar 3 memberikan bukti hipotesis bagaimana pengaruh karakteristik budaya terhadap organisasi/peran pemerintah, serta pengaruh variabel karakteristik budaya dan organisasi/peran pemerintah terhadap kinerja. Hubungan ketiga variabel tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini:
t-value
 
Standardized Solution
 
 





Gambar 4:
Model Struktural-Nilai Standardized Solution dan t-value
               
Berdasarkan perolehan hasil t-value pada gambar 4 diatas menunjukkan bahwa variabel laten X (karakteristik budaya) berpengaruh positif signifkan terhadap Y (organisasi/peran pemerintah) dan terhadap Z (efektifitas program GLM) yang dicerminkan melalui perilaku masyarakat. Sedangkan variabel Y (organisasi/peran pemerintah) berpengaruh negatif signifikan terhadap Z (efektifitas program GLM). Hasil evaluasi dari gambar 3 diatas dapat dirangkum dalam tabel 3 berikut disertai dengan asumsi hipotesis-hipotesis dari model penelitian.

Tabel 4:
Evaluasi Koefisien Model Struktural dan Kaitannya dengan Hipotesis Penelitian
Hipotesis
Path
SLF ≥ 0.30
t-value ≥ 1.96
Kesimpulan
1
Karakteristik budaya (X) Þ Organisasi/peran pemerintah (Y)
0.53
5.66
Signifikan (hipotesis diterima)
2
Karakteristik budaya (X)Þ efektifitas program GLM (Z)
0.34
4.23
Signifikan (hipotesis diterima)
3
Organisasi/peran pemerintah (Y) Þ efektifitas program GLM (Z)
-1.06
-9.83
Signifikan (hipotesis diterima)

Berdasarkan rangkuman hasil evaluasi hipotesis pada tabel 4 diatas dapat dilihat bahwa hubungan  variabel karakteristik budaya terhadap organisasi peran pemerintah memiliki nilai-t muatan sebesar 5.66. Nilai ini lebih besar dari 1.96 berarti hubungan tersebut adalah signifikan dan memiliki nilai koefisien yang positif yang menandakan adanya hubungan positif antara kedua variabel tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh variabel karakteristik budaya terhadap organisasi/peran pemerintah adalah kuat dari interval nol (pengaruh yang sangat lemah) sampai dengan nilai satu (pengaruh yang sangat kuat).

Strategi Pengembangan
Setelah melakukan analisis melihat dampak beberapa variabel dalam model SEM, analisis selanjutnya adalah berupa penelaahan strategi yang mungkin untuk pengembangan GLM melalui model struktural interpretatif. Hasil strategi ini adalah buah dari depth interview dengan para pakar yang kompeten. Selanjutnya didapatkan hasil model struktural elemen tujuan seperti tercantum pada gambar di bawah.
Terdapat sedikitnya 7 level struktural elemen tujuan program. Ketujuh level ini terdiri dari total 9 elemen. Adapun kesembilan elemen ini adalah:
1.      Perlunya kesetaraan akses dana untuk segala jenis institusi keuangan, baik perbankan maupun model pinjaman berbasis kelompok (Fair Access Fund),
2.      Perlunya peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pionir pelayanan model pinjaman berbasis kelompok ini (Improve Human Resources Quality);
3.      Pentingnya keuangan inklusif pada seluruh sistem keuangan (Inclusion in Financial System);
4.      Institusi berupa APEX bagi model pinjaman berbasis kelompok (APEX Institution);
5.      Rating system untuk penilaian dan evaluasi GLM (GLM Rating System);
6.      Pentingnya pendampingan teknis untuk sustanabilitas model pinjaman berbasis kelompok ini (Technical Assistant);
7.      Vitalnya dukungan dari pemerintah (Government Support);
8.      Perlunya aturan/undang-undang yang mengatur kompetisi yang fair di antara lembaga pengelola pinjaman, baik formal maupun informal (Fair Competition Act); dan
9.      Pentingnya stabilitas ekonomi baik makro maupun mikro (Economic Stability).

Gambar. Model Struktural Elemen Tujuan Program

Level paling bawah yakni perlunya kesetaraan akses dana untuk segala jenis institusi keuangan (Fair Access of Fund) menjadi hal terpenting sebagai pijakan tujuan program GLM ini. Selanjutnya adalah elemen peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pionir pelayanan model pinjaman berbasis kelompok menjadi hal penting selanjutnya, diikuti perlunya keuangan inklusif pada sistem keuangan.
Khusus pada level 4 di atasnya, terdapat 3 elemen yang relatif sama penting dalam rangka pengembangan GLM yakni: perlunya institusi berupa APEX, sistem rating untuk evaluasi dan penilaian serta pendampingan teknis untuk untuk sustanabilitas model pinjaman berbasis kelompok.
Elemen selanjutnya dengan dimensi kepentingan yang lebih rendah adalah dukungan dan komitmen pemerintah, Fair competition act dan stabilitas perekonomian. Meskipun demikian, elemen-elemen tersebut tetap perlu menjadi strategi yang perlu dilakukan agar hasilnya menjadi lebih integral dan komprehensif.

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Program GLM pada umumnya dibangun dengan melibatkan masyarakat yang memiliki kondisi geografis dan budaya yang sama. Kesamaan budaya/peraturan adat dianggap turut berkontribusi dalam menciptakan kondisi yang baik dalam hal bermuamalah terutama terkait dengan pinjam-meminjam. Faktor budaya diukur dengan menggunakan indikator potensi kelompok, pola hubungan antar individu, kerjasama, nilai/norma adat dan agama, dan hubungan yang masing-masing indikator memiliki aspek-aspek pengukuran tersendiri seperti misalnya indikator pola hubungan antar individu diukur dengan aspek saling mengenal, kepercayaan, dan kesamaan aktifitas keseharian. Kondisi karakteristik budaya suatu masyarakat yang baik maka akan turut berkontribusi terhadap sikap dan kepedulian pemerintah dalam menunjang/mendorong program GLM agar terlakasana dengan baik.
Temuan dilapangan menemukan bahwa anggota kelompok penerima program GLM memiliki hubungan kerjasama yang baik. hal ini dibuktikan dengan rutinnya mereka mengadakan rapat bulanan serta menghadiri acara-acara yang dilaksanakan terkait dengan program GLM. Di samping itu pula mereka memiliki sikap disiplin dan probem solving yang cukup baik dimana permasalahan yang terjadi selama program berlangsung dipecahkan dengan mencari solusi melalui jalan musyawarah untuk mencapai mufakat. Kondisi masyarakat yang baik tentunya juga akan menambah keyakinan dan semangat pemerintah untuk tetap mendukung  program GLM agar berjalan dengan baik dan memfasilitasi melalui modal maupun regulasi/kebijakan. Vipihindrartin (2012) menyebutkan dalam penelitiannya bahwa pemerintah memiliki peran penting dalam program pembiayaan modal sosial yaitu sebagai pembuat kebijakan, serta sebagai penyedia fasilitas dan monitoring. Artinya, sudah seharusnya pemerintah dapat memaksimalkan perannya melalui Badan Keswadayaan Masyarakat terutama dalam hal pendampingan melalui fasilitator kelurahan serta bersinergi dengan kebutuhan kelompok peminjam.
Karakteristik budaya juga berpengaruh positif terhadap tingkat efektifitas program GLM yang dicerminkan melalui sikap dan perilaku masyarakat. Sikap/perilaku masyarakat diukur dengan beberapa indikator diantaranya adalah tingkat partisipasi masyarakat, pemberdayaan masyarakat, repayment rate yang baik, cross reporting yang baik, serta penerapan penalty sesuai dengan aturan yang berlaku. Dengan adanya program GLM masyarakat merasakan perbedaan baik dari kondisi ekonomi maupun sosial dari sebelum mengikuti program dan setelah program. Pendapatan masyarakat semakin meningkat setelah mengikuti program GLM, di samping itu juga kehidupan mereka tergolong lebih sejahtera begitupula dengan lingkungan sekitar masyarakat dimana aktifitas perekonomian semakin berjalan dengan lancar. Kono (2007) menyebutkan bahwa repayment rate yang baik dan adanya cross reporting yang baik mengindikasikan efektifnya suatu program modal sosial. Dengan adanya budaya masyarakat yang saling percaya dan lingkungan yang agamis dan dinamis baik secara moral dan spiritual maka dapat meminimalisir terjadinya penyimpangan-penyimpangan atas dana program yang kemungkinan dilakukan oleh anggota kelompok (moral hazard) (Stiglitz (1990), Varian (1990), Banerjee, Besley and Guinnane (1994)).
Sedangkan peran pemerintah/organisasi berpengaruh negatif terhadap tingkat efektifitas program GLM. Temuan di lapangan mengindikasikan bahwa masyarakat peneriman bantuan modal program GLM belum merasakan sepenuhnya peran pemerintah bagi program ini, terutama dalam hal fasilitas dan modal. Padahal, fasilitas serta modal merupakan aspek utama berjalannya program GLM dengan baik. Di samping itu pula masyarakat belum sepenuhnya paham dengan sistem program GLM ini, hal ini bisa jadi disebabkan oleh minimnya sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah terkait program GLM. Lebih lanjut Vipihindrartin (20012) menyebutkan bahwa sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah terkesan formalitas, dengan demikian masih banyak kelompok peminjam yang belum memahami pentingnya program perguliran dana melalui sebuah program kredit mikro. Berdasarkan hasil temuan penelitian ini, memang sudah saatnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berperan penting dalam mengawas serta mengatur jalannya program-program keuangan baik skala perbankan maupun non-perbankan. Setiawan (2012) lebih lanjut menegaskan bahwa regulasi dan supervisi yang ketat dipandang sangat penting untuk mengurangi risiko krisis yang diakibatkan kelemahan dan kejahatan dalam sektor keuangan (financial sector’s misdeeds) dan agar tidak tercampuradukkan antara kepentingan individualis, politis, dengan kebutuhan masyarakat.
Ada beberapa strategi pengembangan program GLM yang berhasil ditemukan yaitu: Perlunya kesetaraan akses dana untuk segala jenis institusi keuangan, baik perbankan maupun model pinjaman berbasis kelompok, Perlunya peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pionir pelayanan model pinjaman berbasis kelompok ini, Pentingnya keuangan inklusif pada seluruh sistem keuangan.
Strategi yang lain adalah adanya Institusi berupa APEX bagi model pinjaman berbasis kelompok; Rating system untuk penilaian dan evaluasi GLM (GLM Rating System); dan Pentingnya pendampingan teknis untuk sustanabilitas model pinjaman berbasis kelompok ini. Strategi lain yang tidak kalah penting adalah vitalnya dukungan dari pemerintah, Perlunya aturan/undang-undang yang mengatur kompetisi yang fair di antara lembaga pengelola pinjaman, baik formal maupun informal (Fair Competition Act); dan Pentingnya stabilitas ekonomi baik makro maupun mikro.

Daftar Pustaka:
Aghion, Beatriz Armendariz de, dan Jonathan Morduch (2000). Microfinance Beyond Group Lending. Economics of Transition 8(2), 401-420.

Akanji, O.O (2007). Micro Finance as A Strategy for Poverty Reduction. CBN Economic and Financial Review. Vol.39 No.4.

Banerjee, Abhijit V., Timothy Besley and Thimothy W. Guinnane (1994). Thy Neighbor’s Keeper: The Design of a Credit Cooperative with Theory and a Test. Quarterly Journal of Economics 109(2), 491-515.

Bhattacharya, S., and Momaya, K. (2009). Interpretive Structural Modeling of Growth Enablers in Construction Companies. Singapore Management Review. ABI/INFORM Global: 73

Bolanos et.al. (2005). Using Interpretive Structural Modelling in Strategic Decision-Making Groups. Management Decision 43 (6): 877-895.

Ferdinand, A (2006). Structural Equation Modelling dalam Peneltian Manajemen. Edisi 2, Seri Pustaka Kunci 03/BP UNDIP

Fukuyama, Francis (2002). Social Capital and Development: The Coming Agenda. SAIS Review Vol. XXII No.1 (winter u/2013 spring 2002)

Gema PKK, (2003). Kemiskinan dan Keuangan Mikro. KPK

Greenberg, Edward S., Patricia B. Sikora, Leon Grunberg, and Sarah Moore (1999). Work Tems and Organizational Commitment: Exploring the Influence of the Team Experience on Employee Attitudes. Workplace Change Project Working Paper WP-012.

Gorvett, R. and Liu, N., 2007. Using interpretive structural modeling to identify and quantify interactive risks. Orlando – USA: ASTIN Colloquium.

Ismail, Munawar (2003). Sumbangan Institusi Lokal dalam pembangunan Ekonomi. Emansipasi Nolai Lokal. Malang: Bayu Media.

Kanungo S dan V.V. Batnagar, 2002. Beyond Generic Models for Information System Quality : The Use of Interpretative Structural Modelling (ISM). Journal of System Research and Behavior Science. Vol. 19 (2), P 531:549.

Kono, Hisaki (2007). Is Group Lending A Good Enforcement Scheme for Achieving High Repayment Rates? Evidence form Framed Field Experiments in Vietnam. Institute of Developing Economies. 3-2-2 Wakaba, Mihama-ku, Chiba-shi, Chiba, Japan.

Lee, D. M. (2007). Structured Decision Making with Interpretive Structural Modelling (ISM). Canada: Sorach Inc.

Lukman, Syukri., Niki Lukviarman, Harif Amali Rivai, Tafdil Husni, Syafrizal, dan  Maruf (2008). Kajian Upaya Penguatan Peran Microbanking dan Pendekatan Pembiayaan Kelompok dalam Rangka Pengembangan UMK di Sumatra Barat. Penelitian atas kerjasama antara Bank Indonesia dan Center for Banking Research Universitas Andalas.

Marimin. 2004. Pengambilan Keputusan Kreteria Majemuk. Teknik dan Aplikasi. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.

Patten, Richard H, Jay K. Rosengar. (1991). The Development of Rural Banking in Indonesia. San Fransisco: ICS Press. 

Radyati, Maria R. Nindita (2012). Keuangan Inklusif Perbankan. Published on Universitas Trisakti. MMCSR & MMCE. http://www.mmcrusakti.org

Rai, Ashok S. dan Tomas Sjostrom. (2004). Is Grameen Lending Efficient? Repayment Incentives and Insurance in Village Economies. Review of Economic Studies 71, 217-234.

Ridwan, Mochamad (2012). Penguatan Ekonomi Masyarakat Berbasis Kelompok. Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol.13 No.2 hlm. 207-217.

Robinson, MS (2001). The Microfinance Revolution, Sustainable Finance for the Poor. World Bank Economic Review.

Rozi, MF. (2006). Peran Local Genius dalam Arsitektur Perekonomian Indonesia. Seminar Proceeding Konferensi Ekonomi Nasional Universitas Widya Mandala. Surabaya.

Rudjito (2003). Sinergi Kebijakan dalam Mendorong Pertumbuhan Usaha Mikro Kecil dan Menengah. Paper dipresentasikan pada Lokakarya Mendorong Pertumbuhan Usaha Kecil dan Menengah yang Sehat dan Berdaya Saing. Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO). 12 Desember 2003, Aston Hotel: Jakarta.

Saxena, J. P. 1992. Hierarchy and Classification of Program Plan Element Using Interpretative Structural Modelling. Systems Practice, Vol. 12 (6), P 651:670

Schurmann, Anna T dan Heid Bart Johnston (2009). The Group-Lending Model and Social Closure: Microcredit, Exclusion, and Health in Bangladesh. J Health Popul Nutr. 27(4): 518-527.

Sebstad, J. (1998). Toward Guidelines for Lower-Cost Impact Assessment Methodologies for Microenterprise Program. Discussion Paper for the Second Virtual Meeting of the CGAP Working Group on Impact Assessment Methodologies. AIMS. Management System International Washington D.C. p 1-23.

Setiawan, Azis (2012). OJK dan Masa Depan Industri Keuangan Syariah. SEBI Policy Brief No.1 Tahun 1, Februari 2012.

Stiglitz, Joseph E (1990). Peer Monitoring and Credit Markets. World Bank Economic Review 4(3), 351-366.  

Sumodiningrat, G (1998). Poverty Alleviation in Indonesia: An Overview, District and Rural Development National Development Planning Agency. Bappenas.

Takkar, J., et.al. (2007). Development of a Balanced Scorecard, An Integrated Approach of Interpretive Sructural Modeling (ISM) and Analytic Network Process (ANP). International Journal of Productivity and Performance Management 56 (1): 25-59.

Varian, Hal R (1990). Monitoring Agents with Other Agents. Journal of Institutional and Theoretical Economics 146(1), 153-174.

Viphindrartin, Sebastiana (2012). Model Pendekatan Modal Sosial Kelompok Peminjam untuk Optimalisasi Repayment Rate pada Lembaga Keuangan Mikro Swadaya Masyarakat. Fakultas Ekonomi Universitas Jember.

Wijanto, Setyo Hari (2008). Structural Equation Modelling; Konsep dan Tutorial. Yogyakarta: Graha Ilmu.   



Tidak ada komentar:

Posting Komentar